Entri Populer

Senin, 25 Oktober 2010

Hubungan Mapan di Pernikahan Bikin Wanita Malas Ngeseks

Makin lama menikah, ternyata membuat wanita makin malas berhubungan seks. Peneliti asal Jerman membuktikan, menurunnya gairah wanita dipicu karena hubungan yang semakin nyaman dan mapan.

Frekuensi hubungan seks yang semakin menurun kerap menjadi keluhan pasangan yang sudah menikah selama beberapa tahun. Keluhan ini kadang bisa berbuntut serius hingga perceraian.

Umumnya, pihak yang wanita yang lebih sering mengeluh kehilangan gairah seks setelah beberapa tahun masa pernikahan. Sedangkan pria, seperti telah diberitakan sebelumnya, juga bisa mengalami gangguan gairah jika tertekan karena stress pekerjaan dan masalah lainnya.

Kesimpulan beberapa peneliti Jerman mungkin bisa membantu menguak penyebab masalah ini. Menurut peneliti dari Universitas Hamburg-Eppendorf, gairah seksual wanita mulai menyusut ketika ia merasa semakin nyaman dalam pernikahannya. Demikian indiatimes, Rabu (23/8/2006)

Usut punya usut, hal ini bisa saja ada hubungannya dengan naluri masing-masing jenis kelamin dalam mempertahankan hubungannya. Pria lebih terdorong untuk menjaga gairah seksualnya untuk 'mengamankan' pasangannya dari 'serangan' pria lain. Sedangkan wanita lebih mengutamakan membina hubungan yang kuat dan kedekatan yang intens dengan pasangan untuk masa depan yang aman bagi dirinya dan anak-anaknya.

Setelah empat tahun pernikahan, hanya separuh wanita dalam penelitian ini yang mengaku ingin tetap bercinta secara teratur. Sebaliknya, gairah seksual para pria tetap tinggi tak peduli seberapa lama usia pernikahannya.

Penelitian yang melibatkan 500 orang usia 30-45 tahun itu juga membuktikan keinginan wanita untuk dibelai dan diperlakukan dengan lembut tak berubah seiring dengan usia pernikahan. Sedangkan, hanya seperempat pria di atas usia 30 tahun dan sudah menikah selama 10 tahun yang merasa masih membutuhkan hal tersebut.

Dua pertiga wanita usia 30 tahun masih memiliki gairah yang tinggi untuk bercinta, namun setelah empat tahun pernikahan jumlah tersebut menurun hingga separuhnya. Dalam penelitian ini, tak ditemukan adanya penurunan yang signifikan dalam gairah seksual pria.

Setelah beberapa tahun menikah dan semakin percaya pada pasangannya, wanita lebih senang bergandengan tangan atau berpelukan yang nyaman, ketimbang bercinta penuh gairah. Wanita lebih mementingkan kenyamanan emosional dan stabilitas hubungan ketimbang seks dan keintiman fisik semata.

Nah, hal ini lah yang kerap menjadi masalah bagi banyak pasangan. Jika tidak diatasi dengan komunikasi yang baik, masalah ini bisa berujung pada perpisahan, bahkan perceraian.

Jika enggan menempuh konseling pernikahan, pasangan bisa mengatasi masalah ini lewat berbagai cara. Diantaranya dengan mencoba lebih terbuka ketika berkomunikasi, lebih banyak menghabiskan waktu berdua,berlibur berdua, dan berusaha bercinta secara teratur.

Untuk Anda, pasangan yang tidak melakukan aktivitas seks selama beberapa bulan, sebaiknya mulailah berubah. Pasangan yang stop bercinta bisa mengalami hypochondria atau timbulnya penyakit-penyakit fisik. Hypochondria tersebut muncul karena sebab-sebab psikologis atau stress.

Rabu, 20 Oktober 2010

untuk saudaraku di sana..

untuk saudaraku di sana..



Wahay saudaraku apa kabarmu disana??
Seiring waktu telah memisahkan kita…
Karena masa depan yang kita harapkan…
Dan kini ku telah merindukanmu..
Saudaraku,, kehidupan yang kita jalani sungguh berbeda..
Hingga kini kita terpisah dan kau jauh disana..
Kehidupan akan nasib mengantarkan kita berfikir panjang..
Dengan apa yang jalani sekarang..
Nasib telah memindahkan kita dari satu titik ketitik lainnya.. dan..
Kita telah menduduki tempat singgasana akan kemuliaan..
Tetapi.. kita mendekatinya atas nama nafsu..
Merenggut mahkota kemurnian atas kesucian jiwa..
Dan mencemari pakaian dengan perbuatan jahat kita..
Dimana kebebasanpun telah menjelma di jiwa kita..
Kita dapat berperan serta memakan yang lezat-lezat dan anggur yang kaya..
Tetapi,, kita duduk di papannya kita sangat rakus dan tamak..
Menimbun makanan untuk diri kita sendiri..
Tanpa memikirkan orang diluar sana banyak yang kelaparan dan kehausan...
Orang kaya telah membuang sifat keilahiannya.. dan..
Menggenggam emasnya erat-erat dan anak-anak muda sekarang...
Telah mengabaikan sifat keilahian mereka..
Dan mengejar kegemaran akan kesenangan pribadi..
Ingatlah bahwa keilahian adalah diri manusia yang sebenarnya..
Ia tidak bias dijual dengan emas atau tidak dapat ditimbun seperti kekayaan dari dunia sekarang..
Wahay saudaraku,,, mari kita bangun diri kita dengan keilahian..
Yang benar-benar dalam kearifan yang selalu menerangi hati dan jiwa kita dalam kesucian..
·

bimbingan anak

Menumbuhkan Minat Baca Anak

Kegiatan membaca adalah salah satu faktor penentu kecerdasan seseorang. Dengan rajin membaca, seseorang akan memperoleh ilmu dan wawasan, sehingga dirinya dapat mengembangkan potensi ke arah yang positif. Maka, kegiatan bertajuk Hari Kunjungan Perpustakaan, saya pikir adalah jalan menuju tersedianya “library for all”, yang membutuhkan dukungan kalangan pendidik agar menumbuhkan minat baca dalam diri peserta didiknya (anak-anak).
Kegiatan membaca yang membudaya, akan tercipta ketika siswa atau siswi – sebagai seorang murid – di suatu instansi pendidikan membiasakan berkunjung ke perpustakaan. Pembiasaan itu harus dikawal dengan kultur di lingkungan pendidikan yang mengarah kepada pertumbuhan minat baca anak didiknya. Menurut data tahun 2007, tercatat ada 63.717 perpustakaan di Jabar, dikelola 23.298 pustakawan (Kompas Jabar, 22/10/2008), yang berperan sebagai pendorong minat baca masyarakat, khususnya anak-anak.
Dengan jumlah 1.500 orang yang tercatat berkunjung ke Perpustakaan Daerah Jabar per hari, mengindikasikan tradisi membaca menampakkan iklim yang membaik. Oleh karenanya, dukungan berbagai pihak sangat diperlukan untuk merealisasikan cita-cita bangsa, yakni mencetak generasi bangsa yang cerdas dan bermartabat, yang bisa diraih dengan membudayakan kegiatan membaca di kalangan anak-anak. Untuk kepentingan masa depan, semestinya kita mulai merancang strategi penanaman kesadaran membaca secara mengasyikkan terhadap anak-anak, agar mereka mau berkunjung ke perpustakaan dan membaca buku.
Dukungan pihak sekolah
Supaya kegiatan membaca membudaya, diperlukan peran serta pihak sekolah – terutama guru – untuk menanamkan kesadaran dalam diri anak, bahwa membaca adalah kegiatan yang mengasyikkan. Misalnya, mengadakan wisata outbond selama satu hari yang disertai dengan penanaman motivasi mereka menyenangi kegiatan membaca. Dalam tataran praktis, mereka disuruh menyelesaikan bacaan satu eksemplar buku atau komik tipis yang didalamnya terkandung muatan edukasi. Setelah menyelesaikan satu eksemplar buku atau komik tipis itu, mereka dipersilahkan mengapresiasi isi yang terkandung di dalamnya.
Disamping itu, dalam kegiatan wis ata outbound ini juga diadakan perlombaan mengarang, menulis puisi, dan lomba mewarnai bagi anak-anak. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan minat baca dalam diri anak sejak usia dini, sehingga ketika dewasa nanti, mereka telah terbiasa membaca, menulis dan berkunjung ke perpustakaan untuk menambah wawasan keilmuan. Program wis ata outbond, dilaksanakan pihak sekolah selama satu kali per dua minggu. Misalnya, setiap hari Minggu, oran gtua dan anak-anaknya diikutsertakan dalam program outbond penanaman kesadaran budaya membaca, sehingga ketika selesai melaksanakan program ini, oran gtua dan anak menjadi akrab dengan tradisi membaca dalam kehidupan sehari-harinya.
Dengan program ini juga, hubungan harmonis antara guru, oran gtua dan anak diharapkan akan terjalin harmonis. Selain program ini juga, pihak sekolah selayaknya melengkapi sarana dan prasarana perpustakaan mini untuk para siswa dan siswinya di lingkungan sekolah, sehingga kebutuhan terhadap buku terpenuhi. Caranya, dengan mendirikan perpustakaan yang dilengkapi buku-buku yang sesuai dengan dunia anak-anak, dan ini adalah salah satu bentuk dukungan pihak sekolah terhadap program penanaman anak terhadap kegaitan membaca sejak dini.
Maka, ketika dalam aktivitas sehari-hari, minimalnya ketika mereka berada di lingkungan sekolah menyukai kegiatan membaca; kunjungan ke perpustakaan akan meningkat. Dengan peningkatan pengunjung ke perpustakaan juga, merupakan pertanda bahwa kualitas hidup warga-bangsa di masa mendatang, mengarah kepada produktivitas. Sebab, dengan membiasakan kegiatan membaca, ilmu dan wawasan semakin bertambah, sehingga di masa mendatang mereka mampu menjadi generasi penerus bangsa yang berwawasan luas, arif dan bijaksana.
Iklim kondusif keluarga
Lingkungan keluarga yang kondusif dengan kebiasaan membaca yang tinggi, akan mempengaruhi anak-anak untuk mengadofsi kebiasaan itu sehingga membekas dalam dirinya. Orang tua yang selalu berlangganan Koran, majalah, dan membeli buku; tentunya sangat berguna bagi pembiasaan membaca anak-anak. Maka, dengan iklim kondusif dalam keluarga seperti inilah, program membiasakan anak untuk membaca dan berkunjung ke perpustakaan menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan.
Dalam tinjaun psikologi behaviorisme, kebiasaan yang dilakukan lingkungan keluarga, kalau ditularkan kepada anak-anak akan membentuk kepribadiannya sehingga menyukai aktivitas membaca. Misalnya, di ruangan keluarga, tersedia bacaaan yang dikhususkan untuk konsumsi anak-anak, seperti komik, cerita, koran anak, majalah anak, dan buku panduan untuk anak-anak. Ketika sedang berkumpul dengan anak-anak juga, oran g tua hendaknya menemai anak membaca buku atau yang lainnya. Ini dimaksudkan agar anak dapat menanyakan dan mendiskusikan materi yang terdapat dalam buku tersebut.
Dengan iklim keluarga yang kondusif, dengan kebiasaan membaca yang tinggi, akan menumbuhkan minat baca dan berkunjung ke perpustakaan dalam diri anak. Kalau betul bahwa mencari ilmu itu dapat meningkatkan derajat seseorang, alangkah baiknya jika mulai saat ini, sebuah keluarga melengkapi rumahnya dengan lemari khusus untuk buku bacaan anak-anak. Kemudian, mengajak mengunjungi toko buku setiap kali bepergian ke luar rumah juga, akan menumbuhkan minat baca mereka.
Ketika kegiatan membaca telah membudaya, perkembangan jiwa anak-anak akan sesuai dengan yang diharapkan, demi terciptanya kegiatan membaca dalam diri anak. Setelah, di dalam dirinya terpateri minat baca yang tinggi, boleh jadi itu akan mendukung program hari berkunjung ke perpustakaan yang diadakan BAPUSDA, beberapa minggu ke belakang.

Selasa, 19 Oktober 2010

psikologi anak


Psikologi Parenting, Gaya Orangtua Mendidik Anak    
Mendidik Anakilahkan membaca prakata dari saya berikut ini, penting bagi kita untuk menyadarinya..Bagaimana ayah/bunda menerapkan pola asuh dan bagaimana ayah/bunda mendidik anak ayah/bunda? Jangan sampai kita salah dalam mendidik anak...

Memiliki seorang anak adalah suatu peristiwa yang bukan saja menyenangkan bagi seorang individu di dunia ini, melainkan juga merupakan peristiwa yang pasti akan merubah keadaan bagi mereka yang mengalaminya. Majalah Healthscoutnews telah mengungkap betapa besarnya peristiwa kelahiran seorang anak yang digambarkan sebagai sebuah peristiwa jatuhnya bintang kebahagiaan bagi keluarga yang mendapatkannya.

Seorang ibu telah mempersiapkan segalanya selama sembilan bulan sepuluh hari untuk proses penantian kedatangannya. “Kelahiran seorang anak ternyata akan membawa malapetaka sekaligus kebahagiaan” demikian kata Thimoty Galman dalam sebuah seminarnya. Psikolog dari Ukraina Utara ini telah sengaja menyebut malapetaka dengan kebahagiaan sebagai sesuatu yang datang bersamaan dalam kehidupan keluarga, di mana sang anak telah dilahirkan.
Sejak kelahirannya di dunia, orang tua telah memberikan sebuah benang harapan ( yang tentu saja sangat subjektif dan berdasarkan keinginan individual orang tuanya). Benang harapan tersebut akan terus membubung tinggi sejalan dengan obsesi orang tuanya.
Bahkan tidak jarang orang tua yang sudah memfonis anaknya bakal jadi presiden ketika anaknya dibawa pulang dari rumah sakit bersalin. Hal ini akan menunjukkan betapa obsesivitas orang tua akan selalu terbawa bersama kebahagiaannya ketika mereka mendapatkan anak mereka yang baru.
Tetapi ketika anak tersebut mulai besar, tak ubahnya sebuah kerupuk yang kena air. Obsesi mereka makin lama makin melempem. Semakin lama harapan mereka semakin sirna,di mana pada saat yang sama kenakalan demi kenakalan nampak pada anak-anak mereka. Mereka mulai menyadari betapa tidak semudah yang mereka duga sebelumnya, bahwa obsesinya tidak akan mudah terlaksana.
Psikologi Perkembangan Anak dan Permasalahannya

Pada dasarnya seorang anak memiliki 4 masalah besar yang tampak jelas di mata orang tuanya dalam kehidupannya yakni:

  1. Out of Law / Tidak taat aturan (seperti misalnya, susah belajar, susah menjalankan perintah, dsb)
  2. Bad Habit / Kebiasaan jelek (misalnya, suka jajan, suka merengek, suka ngambek, dsb.)
  3. Maladjustment / Penyimpangan perilaku
  4. Pause Playing Delay / Masa bermain yang tertunda
Keempat masalah di atas sedikit banyak akan mempengaruhi hubungan antara anak dan orang tuanya. Walaupun keduanya menyadari bahwa mereka memiliki masalah, namun tampaknya mereka (baik orang tua maupun anak) cenderung untuk saling mempertahankan hak-hak mereka , dan bukan mempertahankan kewajiban mereka.
Orang tua dan Permasalahannya

Orang dewasa pada dasarnya memiliki problem yang sama berkaitan dengan hubungan mereka dengan putra/putrinya yakni:

  1. Unexperience syndrome, karena mereka baru benar-benar belajar menangani seorang anak justru pada saat mereka benar-benar memiliki anak.
  2. Unexpected Action, Orang dewasa lebih sering melakukan tindakan-tindakan yang secara tidak sadar sebenarnya bertentangan dengan keinginan yang sebenarnya.
  3. Accidental crime, Orang dewasa lebih sering melakukan tindakan yang diluar batas kemanusiaan justru pada saat ia melihat anaknya memerlukan bantuannya.
Kondisi seperti inilah yang kemudian oleh Sally North disebut sebagai sebuah "kebingungan alamiah" (Natural Crowded). Kebingungan alamiah inilah yang kemudian akan menjadi sumber "malapetaka" menurut Thymoty Galman.

"Banyak orang tua yang merasa khawatir kalau anaknya akan terpengaruh oleh keadaan sekelilingnya yang penuh dengan kesukaran dan bahaya, serta hal-hal yang kotor. Mereka menahan anak-anaknya supaya di rumah saja tidak boleh bermain atau bergaul dengan anak-anak lain."
Natural Crowded dan Manipulasi

Kebingungan alamiah telah membuat orang tua serba salah dalam mengelola putra/putrinya. Ketika mereka bermaksud untuk melindunginya, orang dewasa memiliki kecenderungan untuk melakukan manuver-manuver yang justru membuat putra/putrinya menjadi sangat tidak aman dan semakin membutuhkan perlindungan atau dengan kata lain tidak dapat mandiri.

Perlu dicatat bahwa hubungan antara orang tua dengan anak sangatlah vertikal. Dalam konteks ini orang dewasa akan menjadi sebuah basis kekuasaan yang tentu akan memunculkan hak kekuasaan yang tiada batasnya terhadap anak-anak mereka.

Di negara-negara maju hubungan antara orang tua dengan anak menjadi benar-benar horisontal sejalan dengan usia anak tersebut menjadi dewasa (16 sampai 17 tahun). Di negara-negara Asia sampai pada usia 22-25 tahun. Di Indonesia rata-rata hubungan horisontal baru dimulai pada individu saat ia berusia 32 tahun.

Hubungan vertikal ini akan menyebabkan terjadinya pola bentuk kekuasaan antara orang dewasa dengan anak pada khususnya. Manipulasi akan sering terjadi manakala hubungan yang terjadi menjadi begitu tidak harmonis. Manipulasi akan dilakukan oleh orang dewasa untuk mengantisipasi kebingungannya dalam mengelola anak-anak mereka.
Manipulasi dalam konteks diatas dapat dikonotasikan dengan sebuah usaha untuk melakukan sesuatu hanya dengan satu tujuan yakni untuk kepentingan pelakunya dan tanpa mempedulikan kepentingan individu yang diperlakukannya.

Ketika orang dewasa melakukan manipulasi, maka ia akan menggunakan dan atau mengendalikan, dan mengembangkan serta memakai cara-cara tertentu untuk kepentingannya secara subjektif tanpa melihat kepentingan subjek lainnya. Sangat disayangkan bahwa manipulasi selalu akan menimbulkan penderitaan bagi individu yang dimanipulir.